Modernis.co, Malang – Jejak Langkah 2 Ulama adalah film yang menyuguhkan sebuah perjalanan dakwah ulama besar di Indonesia yaitu KH.Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Film ini merefleksikan perjuangan ulama dalam mensyiarkan agama Islam di Indonesia serta meluruskan sejarah yang dibelokkan oleh sekelompok kecil dan sejumlah individu yang membuat seolah-olah mereka berdua bersebrangan, padahal kenyatannya mereka berdua pernah memiliki guru yang sama ketika menuntut ilmu agama di Indonesia dan di Makkah-Al mukarramah.
Penggarapan film ini disutradarai oleh Andika Phrabangkara cicit dari KH.Ahmad Dahlan dan Irvan Wahid cicit dari KH.Hasyim Asyari serta dibantu oleh Sigit Ariansyah penulis naskah dengan proses penggalian data yang menghabiskan waktu selama satu tahun. Penobatan Film Jejak Langkah 2 Ulama diinisiasi oleh Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Muhammadiyah dan Ponpes Tebuireng.
Perbedaan yang ditayangkan pada film ini dengan film sebelumya, Sang Pencerah yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Sang Kiai yaitu pada Film Jejak Langkah 2 Ulama ini penonton akan dimanjakan dengan base true story dari kedua tokoh besar yaitu sebuah perjuangan mereka berdua dari masa kecil hingga berhasil mendirikanan organisasi besar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) serta perjuangan membimbing masyarakat hingga mampu membebaskan bangsa dari penjajah dan menegakkan agama Islam di bumi pertiwi.
Berangkat dari kondisi bangsa Indonesia saat ini ditengah isu konflik beragama yang meresahkan banyak pihak, hingga pemikiran ekstrim atau radikalisme dan berbagai persoalan sering mengatasnamakan Islam munculah gagasan film yang didalamnya menghadirkan Islam dengan baik, sebagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW yang menyerukan perdamaian Islam Rahmatan Lil Alamin.
Harapan dari difilmkannya dua tokoh ulama ini sebagai rujukan agar umat islam bisa bersatu, tidak mudah diadu domba dengan melihat sejarah ikon Islam Indonesia yang tidak bisa lepas dari ketokohan dua ulama Indonesia yang melahirkan dua ormas keagamaan terbesar dan terus eksis saat ini Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Hadirnya R.A Kartini dalam perjalanan kehidupan KH.Ahmad Dahlan dan KH.Hasyim Asyari dalam film semakin menarik untuk ditonton, hingga titik pertemuan mereka bertiga ketika belajar pada guru yang sama di pondok Kiai Sholeh Darat. Dampak pengaruh Kiai Sholeh yang sampai-sampai membuat Kartini merefleksikan Surat Albaqarah jadi Habis Gelap Terbitlah Terang menambah antusias para penonton yang menyaksiakan. Sehingga Alur yang diceritakan menghadirkan pesan moral keagamaan yang bisa diambil manfaatnya oleh para penonton.
Tentulah menjadi sebuah kecemasan ketika Kiai Dahlan melihat banyak kaum mustad’afin di daerah keraton yang membutuhkan pendidikan agama sehingga Kiai Dahlan berinisiatif untuk membantu mereka dengan apa saja yang dimilikinya, suatu ketika kiai Dahlan pernah melelang barang yang ada dirumahnya untuk dijual agar bisa menggaji guru-guru di sekolahan untuk bisa tetap mengajar anak-anak.
Serupa dengan Kiai Dahlan, Kiai Hasyim juga melakukan perjuangan dakwah yang sama sampai mengorbankan nyawanya, nyaris terbunuh oleh preman suruhan Belanda dan menjual kuda peliharannya agar uangnya bisa dipakai untuk makan dan membeli buku santri-santri Pondok Pesantren Tebuireng sehingga mereka bisa belajar ilmu agama bersama-sama. Melihat perjuangan kedua tokoh ini yang rela hidup hidup sederhana asalkan umat Islam nasibnya baik merupakan perbuatan yang sangat mulia.
Setiap pemimpin, tokoh Islam dan umat Islam dari organisasi Islam manapun haruslah bisa menghargai dan memelihara hasil-hasil karya perjuangan dan warisan para pemimpin dan pejuang umat Islam di masa lalu, tanpa memandang dari golongan mana, sebagai aset masa kini dan masa depan untuk umat Islam.
Sampai perobohan musholla kidoel yang dilakukan oleh masyarakat setempat karena Kiai Dahlan yang difitnah masyarakat sebagai kiai kafir, Pengubah arah kiblat serta kiai yang mengajarkan musik, hal ini serupa dengan apa yang dialami oleh kiai Hasyim yang mushollanya dibakar oleh preman atas perintah belanda yang tidak suka dengan dakwah pesantren di lingkungan masyarakat. Menyikapi tuduhan dan fitnah itu Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim tetap sabar dan tabah tanpa balas dendam kepada mereka, keduanya kembali membangun musholla untuk dijadikan tempat mengajar anak-anak ilmu agama.
Perjuangan mengusir penjajah dan proses merumuskan dasar negarapun mereka berdua lakukan dengan menggerakan anak-anak mudah, Kiai Dahlan mendirikan Hizbul Wathon artinya Pembela Tanah Air. Salah satu alumninya ialah Panglima Besar Jenderal Sudirman. Serta tokoh Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Kahar Muzakkir dan Kasman Singodimedjo memberi peran yang sangat menentukan dalam perumusan UUD 1945 dan Pancasila.
Hal sama dilakukan oleh Kiai Hasyim dengan Resolusi Jihadnya mewajibkan anggota Nahdlatul Ulama untuk berperang melawan Belanda karena hal itu merupakan perang suci dan kewajiban umat muslim yang tinggal di Indonesia.
Karya nyata yang bisa kita nikmati sekarang dari usaha perjuangan kedua ulama sekaligus pahlawan revolusioner, Dengan sepak terjang KH.Ahmad Dahlan akhirnya bisa berdiri Muhammadiyah pada 18 November 1912 hingga sampai saat ini memiliki lebih dari 10 ribu lembaga pendidikan.
Belum lagi aset yang berupa rumah sakit dan panti asuhan yang dimiliki pada bidang sosialnya. Lewat Perjuangan KH.Hasyim Asyari Nahdlatul Ulama berdiri menjadi Organisasi Islam pada 31 Januari 1926 yang saat ini memiliki 27 ribu lebih pesantren tersebar di pelosok negeri, sering mengadakan perjumpaan lintas etnik dan agama-agama sampai pertukaran pelajar Indonesia.
Ending dari Film Jejak Langkah 2 Ulama ini sebagai refleksi perjalanan sesosok kiai, pengajar agama dan pahlwan yang keduanya telah memberikan banyak sumbang asih yang tak terhingga untuk kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, sebagai warga Indonesia ada pesan moral yang dapat diambil hikmahnya, dimana kita harus bisa memahami perbedaan dan menjunjung persamaan yaitu hidup damai, guyub, rukun sesama warga Indonesia tanpa menjelekkan, mengadu domba sehingga terwujud negara Indonesia Baldatun Thoyibatun Wa Rabun Ghafur.
Oleh: Anggit Wasesa Praja (Kader Muda IMM Tamadun FAI)